STRUKTUR AL QUR’AN.
Mempelajari sejarah perjalanan para nabi-nabi pada dasarnya kita mempelajari proses perkembangan peradaban manusia. Tinggi rendahnya suatu peradaban identik dengan tinggi rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan oleh manusia pada masa yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan disini bukanlah sekedar hasil aktivitas nalar dan panca-indera saja, tetapi lebih daripada itu. Panca indera seringkali menyesatkan manusia dalam upayanya mencari kebenaran. Ada keterbatasan pada panca-indera maupun kapasitas otak manusia sedangkan pada sisi lain aspek kehidupan secara keseluruhan adalah sedemikian kompleks dan tidak semata bersifat empiris. Bahkan dalam kawasan empirispun masih banyak hal-hal yang belum bisa dijangkau ilmu pengetahuan. Menghadapi hal yang demikian dibutuhkan sikap kearifan untuk secara sadar bersifat terbuka terhadap keberadaan metoda-metoda lain yang bisa dipergunakan untuk lebih melengkapi metoda yang sudah ada.
Kemajuan di bidang keilmuan sering terjadi karena adanya usaha merumuskan kembali masalah lama dalam perumusan barn dalam usahanya mencari pemahaman dan pemecahan masalah secara lebih baik. Salah satu cara yang biasanya dilakukan dalam merumuskan masalah adalah melalui persepsi atau interpretasi terhadap masalah yang akan dikaji untuk mendapatkan pemecahan yang lebih baik. Mengingat bahwa kehidupan manusia berkembang terus secara dinamis dan kompleks maka interpretasi ulang terhadap pengetahuan tentang kehidupan yang bersumber darinya juga harus dilakukan secara terus menerus agar menjadi realistis.
Sebuah masalah keilmuan harus dapat dirumuskan sedemikian rupa sehingga pengumpulan data dapat dilakukan secara obyektif. Artinya bahwa data yang akan digunakan untuk analisa keilmuan harus nyata atau secara potensial ada dan tidak ditentukan/berhubungan dengan karakteristik individual atau kelompok tertentu.
Upaya penyusunan struktur adalah untuk mempermudah melihat permasalahan secara obyektif dan proporsional. Selain itu dengan terbentuknya struktur penentuan data-data yang dibutuhkan untuk keperluan analisa dapat lebih dipertanggung-jawabkan obyektifitasnya, sehingga perumusan masalah menjadi lebih realistis. Sesuai dengan sifatnya yang universal, maka perumusan masalah kehidupan (Al Qur’an) harus dilakukan secara mendasar dan umum. Untuk itu yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah memahami predikatnya sebagai pedoman hidup seluruh manusia.
Kembali kepada fungsinya sebagai pedoman hidup manusia, di dalam Al Qur’an cukup banyak ayat-ayat yang menyebutkan fungsi tersebut. Selain itu banyak pula ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk senantiasa melakukan observasi maupun studi eksplorasi terhadap keilmuan yang ada di dalamnya guna meningkatkan keimanan dan ketakwaannya terhadap Allah. Sebagai pedoman hidup, Al Qur’an dikatakan sudah sempurna sehingga tidak akan pernah selesai dieksplorasi setama kehidupan semesta masih ada. Konsekwensi logis dari statement tersebut adalah bahwa dari komponen-komponen yang ada di dalam Al Qur’an, dapat dibuat suatu formulasi umum tentang kehidupan semesta alam. Formula tersebut harus mampu menjelaskan seluruh aspek-aspek kehidupan yang ada serta hubungan dari seluruh aspek yang terkait satu sama lainnya, Aspek-aspek kehidupan yang di maksud tersebut dapat digolongkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu :
1.        Aspek pelaktu utama kehidupan, yaitu manusia dengan peran tunggalnya sebagai wakil Tuhan di dunia yang mempunyai tugas sebagai pengatur dan pengelola alam semesta untuk menjaga bukan saja kelestarian spesiesnya sendiri tetapi juga kelestarian isi alam lainnya. Peran dan fungsi tersebut bukan sekedar hanya menghidupkan dan menghidupi diri atau spesiesnya sendiri tetapi juga terhadap penghuni alam semesta lainnya, baik itu tumbuhan maupun binatang.
2.        Aspek ruang di mana proses kehidupan berlangsung, yaitu alam lengkap dengan segala kehidupan yang ada di dalamnya. Pengertian alam disini adalah seluruh aspek kehidupan yang terkait dan mendukung kehidupan manusia, baik secara pribadi maupun keseluruhan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.        Aspek permasalahan yang timbul karena adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya ataupun antara manusia dengan alam. Masalah-masalah tersebut dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
a.        Masalah manusia dengan dirinya sendiri (sebagai mahluk individual).
b.       Masalah manusia dengan sesamanya (sebagai mahluk sosial).
c.        Masalah manusia dengan alam (sebagai salah satu variabel dari ekosistem). Apa yang telah disebutkan secara sederhana seperti tersebut diatas secara tersirat dapat dipahami sebagai penjelasan dari ayat-ayat berikut:
QS.41 Al Fushilat: 53; "Akan Kami perlihatkan kepada mereka kekuasaan Kami yang ada di segenap penjuru alam dan pada dirinya sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa yang Kami wahyukan itu adalah benar. Belumkah cukup bahwa Tuhanmu menyaksikan segala-galanya ?"
QS.51 Adz Dzaariyat: 20; "Dan bagi orang-orang yang yakin, di muka bumi terdapat tanda-tanda kekuasaan Tuhan".
QS.51 Adz Dzaariyaat: 21; "Dan pada dirimu sendiri tanda-tanda kekuasaan Tuhan itu tidakkah kamu perhatikan ?"
Dari ke 3 ayat tersebut dapat diambil pengertian sebagai berikut :
Ayat-ayat atau dalil-dalil kekuasaan atau sering disebut sebagai sunatullah, secara tekstual dapat di temukan di dalam kitab, namun essensi dari ayat-ayat adalah seluruh phenomena atau fakta-fakta yang ada dan tersebar secara luas diseluruh penjuru kawasan realitas.
Bahwa di dalam Al Qur’an terdapat 2 kelompok ayat-ayat, dimana kelompok pertama menjelaskan tentang phenomena alam sedangkan kelompok kedua menjelaskan tentang diri manusia.
Dari yang pertama, selain mengisyaratkan sifat universalitas Al Qur’an yang menuntut keterbukaan sikap terhadap perbedaan, juga menjelaskan tentang konsep laku yang berorientasi kepada keseimbangan laku untuk mencapai kehidupan yang harmonis dengan alam semesta. Perilaku keseimbangan yang dimaksud disini adalah keseimbangan fungsional antara manusia sebagai pribadi, sebagai mahluk sosial ataupun sebagai salah satu mata rantai dari kehidupan alam semesta di satu sisi dengan kehidupan alam semesta pada sisi yang lain. Untuk itu yang perlu dipahami bukan saja kaitan antara manusia dengan sesamanya tetapi juga antara manusia dengan alam.
Yang kedua, berdasarkan fakta yang ada di dalam Al Qur’an dan dengan logika yang sederhana dapatlah diketahui bahwa di dalam Al Qur’an terdapat 2 kelompok ayat-ayat yaitu Surat dan Al Juz. Terdapat perbedaan yang mendasar sekali diantara keduanya, yakni surat mempunyai judul sedangkan Al Juz tidak berjudul. Selama ini judul surat selalu tidak mempunyai peran apa-apa terhadap ayat- ayat yang ada di dalam surat yang bersangkutan, selain hanya dipakai sebagai indikator darimana ayat yang bersangkutan diambil. Padahal judul tidak ada bedanya dengan nama, yakni mewakili suatu pengertian tertentu dari yang diberi judul. Peran penting sebuah judul atau nama dapat dilihat secara jelas pada ayat-ayat sebagai berikut:
QS.2 Al Baqarah: 31; “Allah mengajarkan kepada Adam seluruh nama-nama Benda, kemudian Allah menampilkannya kepada malaikat, lalu beifirman: Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda ini, jika kamu memang benar!”
QS.2 Al Baqarah: 32; “Para malaikat menjawab: Maha Suci Engkau ya Allah, kami tidak mempunyai ilmu, hanya terbatas sepanjang yang pernah Engkau ajarkan kepada kami saja. Sesungguhnya Engkau Maha Tahu dan Bijaksana”
QS.2 Al Baqarah: 33; “Allah berfirman: Hai Adam! Sebutkanlah kepada mereka nama-nama benda ini! Setelah Adam menyebutkan nama semua benda-benda Allah herfirman: Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui apa-apa yang tersembunyi di langit dan di bumi dan Ku-ketahui juga apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan".
Analisa terhadap setiap judul dari 114 surat diperoleh kesimpulan bahwa surat menjelaskan fakta-fakta atau phenomena alam, konsekwensi langsungnya adalah manusia dijelaskan oleh Al Juz. Bahwa analisa terhadap setiap judul surat mengarah kepada phenomena alam dapat dilihat pada contoh-contoh dibawah ini:
  • Yang menunjuk kepada keberadaan manusia.

QS.76 Ad Dahri dan
QS.114 An Naas
  • Manusia dengan aspek kelaki-lakiannya.

QS.3 Ali Imran dan
QS.3 1 Luqman
  • Manusia dengan aspek keperempuannya
QS.4 An Nisaa
QS.19 Maryam
QS158 Al Mujadallah dan
QS.60 Al Mumtahanah

  • Manusia dengan aspek kenabiannya.
QS.10 Yunuus
QS.11 Huud
QS.12 Yusuuf
QS.14 Ibrahiim
QS.21 Al Anbiyaa
QS.47 Muhammad dan
QS.71 Nuh

  • Manusia dengan aspek kehidupan sosialnya
QS. 17 Al Israa’
QS.34 Sabaa
QS.30 Ar Ruum
QS.67 Al Mulk
QS.90 Al Balad dan
QS.106 Al Quraisy

  • Manusia dengan aspek perilakunya.
QS.23 Al Mu’minuun
QS.26 Asy Syu’araa
QS.40 Al Mu’min
QS.42 Asy Syuraa
QS.45 Al Jaatsiyaah
QS.59 Al Hasyr
QS.83 Al Muthafifin
QS.102 At Takatsuur dan
QS.109 Al Kafiruun

Aspek lingkungan atau alam
  • Batuan / Tanah
QS.15 Al Hijr

  • Pasir
QS.46 Al Ahqaaf

  • Gunung
QS.52 Ath Thuur

  • Kejadian alam
QS.13 Ar Ra’du
QS.51 Adz Dzaariyat

  • Benda-benda langit
QS.53 An Najm
QS.54 Al Qamar
QS.85 Al Buruj
QS.91 Asy Syams

  • Tanaman
QS.95 At Tiin

  • Binatang
QS.2 Al Baqarah
QS.6 Al An’aam
QS.29 Al Ankabut
QS.100 Al ‘Aadiyat
QS.89 Al Fajr
QS.92 Al Lail

  • Waktu
QS.89 Al Fajr
QS.92 Al Lail
QS.93 Adh Dhuha
QS.103 Al Ashr
QS.113 Al Falaq

  • Api
QS.111 Al Lahab

  • Ke ghaib an
QS.77 Al Mursalat
QS.79 An Naziat
QS.72 Al Jin

  • Dan seterusnya

Berdasarkan hal tersebut diatas maka Al Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan tentang alam semesta secara keseluruhan. Sebagai kitab yang merupakan sumber segala ilmu pengetahuan, penyusunan materinya bisa dipastikan disusun berdasarkan atas struktur ataupun sistimatika yang tertentu. Karena tanpa struktur yang jelas sulit sekali melakukan identifikasi komponen-komponen penyusunnya secara obyektif dan dengan demikian perumusan permasalahannya juga mengalami hal yang sama. Ada 2 ayat yang secara jelas menyatakan bahwa Al Qur’an disusun menurut kaidah-kaidah penyusunan ilmu pengetahuan:
QS.4 An Nisaa: 166; “Mereka tidak mau peduli kepada apa yang diturunkan kepadamu itu, namun Allah telah menjadi saksi alas kebenaran Al Qur’an yang diturunkan kepadamu. Tuhan menurunkannya dengan perhitungan ilmu-Nya, sedangkan Malaikat turut menyaksikan. Cukuplah Allah yang mengakuinya”.
QS. 7 Al A’raaf: 52; "Sesunggulmya telah Kami datangkan sebuah Kitab kepada mereka. Karni jelaskan alas dasar-dasar ilmu pengetahuan dari Kami sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman "
Ilmu merupakan suatu sistim kebenaran, Al Qur’an sebagai sebuah sistim, komponen-komponen yang ada di dalamnya telah disusun secara struktural sehingga mempermudah siapa saja yang ingin mempelajarinya. Posisi komponen-komponen merupakan indikator atau menjelaskan peran dan fungsi komponen-komponen yang bersangkutan di dalam struktur. Komponen-komponen atau sering dikenal sebagai variabel/parameter keberadaannya dinyatakan secara jelas dalam QS.54 Al Qamar: 49; “Segala sesuatu Aku ciplakan serba berukuran” Indikator yang terukur adalah parameter. Adanya pengukuran-pengukuran terhadap setiap indikator mengakibatkan adanya keteraturan format. Al Qur’an yang menjadi obyek study metoda ini formatnya sangat teratur dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.        Terdiri dari 30 Al Juz, dimana setiap Al Juz terdiri dari 16 halaman dan awal Al Juz selalu dimulai dari halaman sebelah kiri.
2.        Ayat pertama atau sebagian dari ayat pertama Al Juz huruf-hurufnya ada yang dicetak tebal.
3.        Tidak ada ayat yang terpotong oleh halaman
4.        Terdiri atas 114 Surat, 6236 Ayat, 558 Tanda Ruku’ [ Í ].
5.        Terdiri atas 485 Halaman dimana setiap halaman terdiri dari 18 Baris.
6.        Halaman dua (2) dan-halaman tiga (3) format barisnya berbeda dengan halaman-halaman lainnya dan pada halaman satu () angka yang menunjukkan halamannya tidak ditulis .
Dengan melakukan pengamatan seksama dan obyektip terhadap keteraturan format Al Qur’an maka variabel-variabel pembentuk struktur Al Qur’an dapat disebutkan sebagai berikut:
  1. Al Juz / Juz
  2. Surat
  3. Ayat
  4. Kata
  5. Huruf
  6. Angka
  7. Tanda Ruku’
  8. Halaman
  9. Baris
  10. Tanda Baca
Mengingat bahwa pada dasarnva fungsi mathematik merupakan abstraksi dari struktur, maka untuk keperluan analisa struktur Al Qur’an ditransformasikan kedalam bentuk Fungsi Mathematis,
Fungsi Mathematik

Y=F(x1;x2;x3;…….;xn)
Y: dependent variable (perubah gayut)
X: independent variable (perubah bebas)
Dan Al Qur’an setelah ditransformasikan kedalam fungsi mathematik bentuk strukturnya menjadi sebagai berikut ;
Struktur Al Qur’an.
AI Qur’an = F ( Juz; Surat; Ayat; Kata; Huruf; Angka;Tanda Ruku’;Halaman; Baris; Tanda Baca ).
Al Qur’an sebagai dependent variable, sedangkan Juz; Surat sampai dengan Tanda Baca merupakan independent variable.
Transformasi bentuk tersebut sangat memungkinkan mengingat bahwa selain fungsi matematik merupakan abstraksi dari bangunan suatu struktur, juga dengan bangunan tersebut variabel-variabelnya sekaligus dapat terlihat secara jelas. Hal tersebut sangat membantu sekali dalam melihat hubungan (korelasi) yang terjadi antara masing-masing variabel. Sehubungan dengan aktualisasi kebenaran rasional dalam kawasan empirik ada satu hal yang harus di perhatikan yaitu masalah ketepatannya, bukan lagi kebenaran. Ketepatan tersebut di tuntut mengingat adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam realitas dan sangat berpengaruh terhadap kualitas pola pikir dan kegiatan kehidupan manusia. Aspek-aspek yang menyebabkan timbulnya perbedaan tersebut jumlahnya banyak sekali, di antaranya dapat disebutkan sebagai kondisi geografis, sistim nilai dan budaya dan lain sebagainya. Keberadaan ancaman tersebut secara jelas dapat diketemukan pada ayat berikut:
QS.49 Al Hujurat ayat 13; "Hai manusia! Kami menciptakanmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Yang teramat mulia di antaramu di sisi Allah, adalah orang yang lebih bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Mengenal”.
Ayat tersebut di atas secara tersirat mengakui adanya perbedaan dalam sistim nilai dan budaya yang pada hakekatnya merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gejala sosial. Keberadaan faktor-faktor tersebut sangat besar jumlahnya dan kompleks.
Interaksi antara faktor-faktor tersebut sangat dinamis dan berubah terus setiap waktu. Kondisi yang demikian membuat kehidupan manusia sangat berbeda dengan kehidupan mahluk lainnya. Kehidupan manusia adalah kehidupan yang dinamis bukan kehidupan yang statis. Dengan kondisi kehidupan yang dinamis dan kompleks maka manusia menjadi mahluk hidup yang tumbuh dan berkembang dengan dinamis pula. Keberagaman atau perbedaan tetap harus di kembangkan, sebab tanpa ada perbedaan bisa dipastikan yang muncul adalah kondisi yang statis, selanjutnya perkembangan hanyalah merupakan angan-angan kosong. Selain itu perbedaan juga merupakan manifestasi dari kehendak bebas manusia selain merupakan hakekat dari penciptaan alam semesta. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa struktur semesta alam ini di bangun di atas konsep perbedaan.